Beranda Opini Etika dalam Penyuluhan dan Pendidikan Kesehatan; Kebutuhan akan Pendekatan yang Inklusif dan...

Etika dalam Penyuluhan dan Pendidikan Kesehatan; Kebutuhan akan Pendekatan yang Inklusif dan Bertanggung Jawab

4
0
Amira Bin Seh Abubakar, S.Kp M.Kep

Penulis: Amira Bin Seh Abubakar, S. Kp, M. Kep : Mahasiswa Program Doktor FKM UNHAS, Dosen Jurusan Keperawatan Poltekkes Kemenkes Ternate

Di tengah tantangan besar dalam dunia kesehatan, penyuluhan dan pendidikan kesehatan memainkan peran yang sangat penting dalam membentuk perilaku masyarakat terkait kesehatan. Namun, selain peran edukatif yang mereka emban, penyuluhan dan pendidikan kesehatan juga harus dilaksanakan dengan mempertimbangkan etika yang mendalam. Tidak hanya sekadar memberikan informasi, namun bagaimana informasi itu disampaikan, siapa yang menyampaikan, dan bagaimana dampaknya terhadap masyarakat adalah hal-hal yang tidak bisa diabaikan.

1. Kepatuhan terhadap Prinsip Keadilan

Salah satu isu etika yang sering muncul dalam penyuluhan dan pendidikan kesehatan adalah keadilan dalam penyampaian informasi.

Ketidaksetaraan dalam akses informasi sering kali menciptakan jurang pemisah yang lebar antara mereka yang memiliki akses ke pengetahuan kesehatan yang benar dan mereka yang tidak. Penyuluhan kesehatan sering gagal menjangkau kelompok marjinal: masyarakat pedesaan, penyandang disabilitas, atau kelompok ekonomi lemah. Ketidaksetaraan akses informasi ini melanggar prinsip keadilan (justice).

Contoh nyata terlihat dalam program pencegahan stunting di Indonesia: kampanye gizi intensif di kota-kota besar, sementara daerah terpencil masih kesulitan mendapat edukasi dasar Oleh karena itu, sangat penting bagi para penyuluh kesehatan untuk memastikan bahwa informasi yang diberikan dapat diakses oleh semua lapisan masyarakat, tanpa terkecuali.

Di era digital, kesenjangan makin nyata. Platform online mungkin efektif bagi generasi muda perkotaan, tetapi mengabaikan lansia yang buta teknologi. Pendidikan kesehatan yang etis harus inklusif, menggunakan metode hybrid (luring dan daring), serta melibatkan tokoh lokal sebagai agen perubahan. Penyuluhan kesehatan yang hanya tersedia di kota-kota besar atau bagi mereka yang memiliki akses internet, misalnya, jelas akan meninggalkan banyak orang, terutama mereka yang berada di daerah terpencil atau miskin, tanpa pengetahuan yang memadai tentang isu kesehatan. Dalam konteks ini, pemerintah dan lembaga kesehatan harus berupaya untuk menyebarluaskan informasi secara merata, baik melalui kanal tradisional seperti radio dan televisi, maupun penyuluhan tatap muka di daerah-daerah yang sulit dijangkau.

2. Transparansi dan Kejujuran

Dalam Penyampaian Informasi Penyuluhan dan pendidikan kesehatan tidak boleh didasarkan pada penipuan atau setengah kebenaran. Etika dalam penyuluhan kesehatan menuntut adanya transparansi dan kejujuran dalam informasi yang disampaikan. Penyuluhan kesehatan yang baik harus didasarkan pada bukti ilmiah yang valid dan dapat dipertanggungjawabkan.

Tantangan etika muncul ketika informasi yang diberikan tidak sesuai dengan bukti ilmiah, atau bahkan lebih buruk lagi, ketika disebarkan informasi yang menyesatkan untuk kepentingan tertentu. Kejujuran dalam mengungkapkan kegagalan atau tantangan juga merupakan bagian penting dari etika kesehatan masyarakat. Di beberapa negara, saat terjadi wabah penyakit atau krisis kesehatan lainnya, pemerintah dan lembaga kesehatan tidak segan-segan mengungkapkan tantangan yang dihadapi dalam penanganan masalah tersebut. Sebagai contoh, ketika terjadi wabah demam berdarah di beberapa daerah di Indonesia, pemerintah daerah dengan jujur melaporkan bahwa mereka menghadapi kesulitan dalam mengendalikan penyebaran penyakit karena faktor lingkungan yang tidak mendukung, seperti kebersihan yang buruk dan cuaca yang mendukung perkembangbiakan nyamuk.

Penyuluhan kesehatan harus dilakukan dengan penuh tanggung jawab, menggunakan informasi yang berbasis bukti, dan memastikan bahwa masyarakat mendapatkan pengetahuan yang benar dan dapat diandalkan. Keterbukaan ini sangat penting untuk memberikan pemahaman yang jelas kepada masyarakat tentang alasan mengapa suatu kebijakan atau tindakan tertentu tidak segera berhasil. Dengan demikian, masyarakat tidak akan merasa bingung atau kecewa, dan mereka lebih siap untuk berpartisipasi dalam upaya perbaikan yang dibutuhkan, seperti meningkatkan kebersihan lingkungan atau mendukung program pemberantasan sarang nyamuk.

3. Penghargaan terhadap Otonomi Individu

Salah satu aspek etika yang harus diperhatikan dalam penyuluhan dan pendidikan kesehatan adalah penghargaan terhadap otonomi individu. Meskipun tujuan dari penyuluhan kesehatan adalah untuk mengubah perilaku masyarakat agar lebih sehat, namun setiap individu tetap berhak untuk membuat keputusan terkait kesehatannya sendiri. Ini mencakup hak untuk menerima atau menolak rekomendasi medis atau gaya hidup yang disarankan.

Penyuluhan kesehatan yang efektif harus memperhitungkan berbagai perspektif individu dan tidak memaksakan solusi tunggal yang mungkin tidak sesuai dengan nilai-nilai atau budaya masyarakat tersebut. Sebagai contoh, dalam penyuluhan terkait pola makan sehat, pendekatan yang menghormati budaya lokal dan kebiasaan makan masyarakat harus dipertimbangkan, agar pesan yang disampaikan bisa diterima dengan baik dan diterapkan dalam kehidupan mereka.

4. Pendidikan yang Sensitif terhadap Keragaman Sosial dan Budaya
Penyuluhan kesehatan juga harus memperhatikan keragaman sosial dan budaya yang ada di masyarakat. Masyarakat yang berbeda memiliki kebutuhan dan cara pandang yang berbeda terhadap masalah kesehatan. Oleh karena itu, pendekatan yang digunakan dalam penyuluhan haruslah sensitif terhadap faktor-faktor tersebut, dengan menghindari sikap paternalistik yang dapat merendahkan martabat individu atau kelompok tertentu.
Sebagai contoh, pendekatan yang digunakan untuk mengedukasi masyarakat perkotaan mungkin tidak cocok diterapkan begitu saja di masyarakat pedesaan atau suku tertentu. Penyuluhan yang melibatkan dialog dan mendengarkan pendapat serta pengalaman masyarakat, bukan hanya sekedar memberi tahu apa yang harus dilakukan, akan lebih efektif dan bermartabat.
5. Penyuluhan sebagai Alat Pemberdayaan Masyarakat
Etika penyuluhan kesehatan yang paling mendasar adalah menjadikan masyarakat sebagai mitra dalam proses edukasi. Bukan hanya sekadar objek yang diberi pengetahuan, masyarakat harus diberdayakan untuk membuat keputusan kesehatan yang lebih baik untuk diri mereka sendiri. Penyuluhan kesehatan yang berbasis pada pemberdayaan ini bukan hanya meningkatkan kesadaran tentang isu kesehatan, tetapi juga mengubah pola pikir dan perilaku yang dapat meningkatkan kualitas hidup masyarakat secara keseluruhan.
Penyuluhan dan pendidikan kesehatan harus berfokus pada membangun kapasitas masyarakat untuk mengambil tindakan yang bermanfaat bagi kesehatannya, termasuk memfasilitasi mereka untuk memahami informasi kesehatan secara kritis dan mendalam, serta bagaimana informasi itu dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.
Penutup
Etika dalam penyuluhan dan pendidikan kesehatan adalah landasan yang tidak bisa dipisahkan dari praktik kesehatan yang bermartabat. Penyuluhan tidak hanya sekadar menyampaikan informasi, tetapi juga harus melibatkan prinsip-prinsip keadilan, transparansi, penghargaan terhadap otonomi individu, sensitif terhadap keragaman budaya, serta pemberdayaan masyarakat. Untuk itu, penting bagi semua pihak yang terlibat, mulai dari pemerintah hingga tenaga kesehatan, untuk selalu memegang teguh prinsip-prinsip etika ini dalam setiap upaya penyuluhan dan pendidikan kesehatan. Hanya dengan cara ini, kita bisa menciptakan masyarakat yang lebih sehat dan lebih berpengetahuan, serta menghargai martabat setiap individu dalam proses tersebut.

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini