Penulis : Al Azhar Muhammad : Dosen Jurusan Keperawatan Poltekkes Kemenkes Ternate dan Mahasiswa Program Doktor Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Hasanuddin Makassar
Kejadian kecelakaan hampir setiap hari kita dengar dan saksikan baik di media televisi maupun di media sosial. Kecepatan penyebaran informasi tersebut salah satunya dipicu karena tersedianya plateform media sosial yang mudah diakses oleh masyarakat. Hal ini membuat masyarakat semakin mudah untuk memberikan informasi, termasuk kecelakaan lalu lintas secara cepat dan meluas. Disisi lain seolah masyarakat berlomba-lomba untuk menjadi orang pertama yang memberitakan berita tersebut. Padahal dalam penyebaran berita disertai dengan gambar baik dari hasil foto maupun video diatur dalam undang-undang informasi dan transaksi elektronik. Kegiatan memotret atau memvideokan korban kecelakaan tanpa izin adalah masalah etika yang serius dalam konteks kesehatan masyarakat.
Tindakan ini melibatkan beberapa pelanggaran etika, terutama terkait dengan privasi, martabat, dan perlindungan korban. Khusus bagi tenaga kesehatan yang bertugas dan bersentuhan langsung dengan para korban juga dilarang memotret dan memvideokan korban hal ini untuk menjaga martabat dan privasi klien.
Pelanggaran terhadap kode etik profesi kesehatan dalam peliputan korban kecelakaan lalu lintas dapat terjadi ketika prinsip-prinsip etika profesi kesehatan, seperti kerahasiaan medis, penghormatan terhadap martabat pasien, dan keadilan, dilanggar oleh tenaga medis atau pihak terkait yang terlibat dalam peliputan.
Kode etik profesi kesehatan menuntut para tenaga kesehatan untuk selalu berperilaku dengan integritas, menjaga kerahasiaan informasi medis, dan menghargai martabat serta hak pasien dalam segala situasi, termasuk dalam peliputan kasus kecelakaan lalu lintas. Pelanggaran terhadap prinsip-prinsip ini dapat menyebabkan sanksi etik atau hukum bagi pihak yang terlibat.
Berikut beberapa masalah etika yang dapat muncul akibat penyebaran foto dan video kecelakaan korban lalu lintas:
1. Pelanggaran Privasi dan Martabat Korban:
Korban kecelakaan berada dalam keadaan yang sangat rentan, baik fisik maupun emosional. Mengambil foto atau video mereka tanpa izin mengabaikan hak mereka atas privasi dan dapat merendahkan martabat mereka, terutama jika gambar tersebut disebarluaskan.
Tindakan ini juga melanggar prinsip dasar etika yang menyatakan bahwa semua individu berhak dihormati dan dilindungi, bahkan dalam situasi yang tidak menguntungkan. Pelanggaran privasi dan martabat korban kecelakaan lalu lintas adalah isu yang sangat penting dalam konteks etika dan hukum. Pelanggaran ini bisa terjadi ketika informasi pribadi atau kondisi korban disebarkan tanpa izin atau dengan cara yang merendahkan martabat mereka. Beberapa contoh pelanggaran tersebut meliputi:
Penyebaran Foto atau Video Tanpa Izin: Memotret atau merekam korban kecelakaan lalu lintas dalam kondisi terluka atau tanpa pakaian yang memadai, lalu membagikannya ke media sosial atau media lainnya, jelas melanggar privasi dan martabat korban.
Penyebutan Identitas Tanpa Persetujuan: Mengungkapkan nama, alamat, atau informasi pribadi lainnya terkait korban, baik di media sosial, berita, atau laporan lainnya, tanpa persetujuan dari korban atau keluarga mereka.
Penyalahgunaan Data Pribadi: Menggunakan informasi pribadi korban untuk kepentingan komersial atau lainnya tanpa izin, yang dapat merusak reputasi atau mempengaruhi kehidupan korban dan keluarga mereka.
Penyebaran Berita Palsu atau Tidak Tercatat: Melaporkan kejadian kecelakaan dengan informasi yang tidak jelas atau tidak diverifikasi, dapat merusak martabat korban jika terdapat kesalahan dalam penyebutan kondisi atau faktor-faktor yang terlibat.
Sangat penting bagi masyarakat pengguna media sosial untuk memperlakukan korban kecelakaan lalu lintas dengan hormat, menghargai hak privasi mereka, serta menjaga martabat mereka, baik dalam pemberitaan maupun dalam interaksi sosial sehari-hari.
2. Potensi Dampak Psikologis pada Korban:
Korban kecelakaan yang dipotret atau direkam mungkin merasa malu atau trauma jika gambar mereka dipublikasikan atau tersebar di media sosial. Ini dapat memperburuk kondisi psikologis mereka, yang sudah terganggu akibat kecelakaan itu sendiri.
Korban kecelakaan lalu lintas dapat mengalami berbagai dampak psikologis yang signifikan, baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang. Dampak psikologis ini sering kali terkait dengan pengalaman traumatik, rasa takut, atau bahkan perubahan dalam cara hidup mereka setelah kejadian. Beberapa potensi dampak psikologis yang sering dialami oleh korban kecelakaan lalu lintas meliputi:
Stres Pasca-Trauma (Post-Traumatic Stress Disorder/PTSD):
Korban kecelakaan lalu lintas sering mengalami PTSD, yang dapat ditandai dengan perasaan cemas berlebihan, kilas balik (flashback) terhadap kejadian kecelakaan, mimpi buruk, atau menghindari situasi yang mengingatkan mereka pada kecelakaan. PTSD ini dapat mempengaruhi kualitas hidup mereka secara signifikan dan mengganggu fungsi sehari-hari.
Kecemasan dan Ketakutan: Banyak korban kecelakaan lalu lintas merasa cemas atau takut untuk kembali mengendarai kendaraan atau bepergian setelah kejadian. Ketakutan ini bisa berkembang menjadi fobia terhadap kendaraan atau situasi tertentu, yang disebut dengan vehophobia. Perasaan cemas ini bisa mempengaruhi interaksi sosial dan kehidupan sehari-hari mereka.
Depresi: Cedera fisik yang parah akibat kecelakaan dapat mempengaruhi kesehatan mental korban. Depresi bisa muncul karena perasaan kehilangan kendali atas hidup mereka, rasa sakit kronis, atau kesulitan beradaptasi dengan perubahan dalam gaya hidup. Gejala depresi seperti perasaan putus asa, kehilangan minat, atau perasaan tidak berguna sering kali muncul setelah kecelakaan.
Gangguan Tidur: Korban kecelakaan sering kali mengalami gangguan tidur, seperti insomnia atau tidur yang tidak nyenyak. Hal ini bisa disebabkan oleh rasa sakit fisik yang berkelanjutan atau oleh faktor psikologis seperti kecemasan dan trauma. Gangguan tidur ini pada gilirannya dapat memperburuk kondisi kesehatan fisik dan mental mereka.
Perubahan dalam Hubungan Sosial dan Kehidupan Keluarga: Trauma akibat kecelakaan bisa mengubah cara korban berinteraksi dengan keluarga dan teman-teman mereka. Mereka mungkin merasa terisolasi, tidak dipahami, atau lebih sensitif terhadap situasi sosial. Ketidakmampuan untuk menjalani aktivitas seperti sebelumnya atau kebutuhan akan perawatan medis yang berkelanjutan dapat menambah beban emosional bagi korban dan orang terdekat mereka.
Perasaan Cemas tentang Masa Depan: Korban yang mengalami cedera fisik serius atau cacat permanen sering kali merasa cemas mengenai masa depan mereka. Rasa takut akan ketergantungan pada orang lain, kemampuan untuk bekerja, atau bahkan kehilangan kemandirian dapat menyebabkan stres yang berkepanjangan.
Perasaan Bersalah atau Menyesal: Dalam beberapa kasus, korban kecelakaan lalu lintas, terutama yang terlibat dalam kecelakaan yang melibatkan pihak lain, dapat merasa bersalah atau menyesal. Mereka mungkin merasa bertanggung jawab atas kecelakaan, meskipun mungkin itu bukan kesalahan mereka. Perasaan ini dapat memperburuk kondisi psikologis mereka.
Untuk mengurangi dampak psikologis, penting bagi korban untuk mendapatkan dukungan dari keluarga, teman, dan profesional kesehatan mental.