Beranda Opini KEADILAN DALAM AKSES LAYANAN KESEHATAN

KEADILAN DALAM AKSES LAYANAN KESEHATAN

4
0
Muliana S.KM, M.Kes

Oleh : Muliana S.KM, M.Kes
Mahasiswa Program Doktor Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Hasanuddin, Dosen jurusan keperawatan Poltekkes Kemenkes Ternate

KEADILAN DALAM AKSES LAYANAN KESEHATAN: APAKAH KESEHATAN HANYA UNTUK YANG MAMPU?

Ketimpangan akses layanan kesehatan bukan sekadar isu lokal, melainkan krisis global yang mengancam hak dasar manusia. Di tengah kemajuan teknologi medis yang pesat, jutaan orang masih terpinggirkan dari layanan kesehatan dasar.

Pertanyaan kritisnya: Apakah kesehatan hanya menjadi hak istimewa bagi mereka yang mampu? Ataukah kita bisa membangun sistem kesehatan yang benar-benar adil dan inklusif?
Ketimpangan Global: Cermin Kegagalan Sistem Kesehatan
Data World Health Organization (WHO, 2023) mengungkap fakta mencengangkan: 2,5 miliar orang di dunia masih kesulitan mengakses layanan kesehatan dasar. Di negara-negara berkembang, ketimpangan ini semakin parah. Sistem kesehatan yang lemah, distribusi tenaga medis yang timpang, dan biaya kesehatan yang mahal menjadi penghalang utama.
Amerika Serikat, negara adidaya dengan sistem kesehatan termahal di dunia, justru menyisakan 30 juta warganya tanpa asuransi kesehatan (Kaiser Family Foundation, 2023). Biaya perawatan yang melambung tinggi membuat banyak orang memilih menahan sakit daripada berobat.

India, dengan populasi lebih dari 1,4 miliar jiwa, menghadapi kesenjangan ekstrem antara layanan kesehatan swasta dan pemerintah. 80% tenaga medis terkonsentrasi di kota, sementara 70% penduduk tinggal di pedesaan (Indian Public Health Association, 2023). Akibatnya, jutaan orang di daerah terpencil kesulitan mendapatkan perawatan dasar.
Afrika, benua dengan beban penyakit tertinggi, justru memiliki akses kesehatan terburuk. Lebih dari 40% populasi Afrika tidak memiliki akses ke layanan kesehatan dasar (WHO, 2022). Keterbatasan tenaga medis dan fasilitas kesehatan membuat angka kematian yang seharusnya bisa dicegah terus meroket.

Indonesia: Ketimpangan yang Menyakitkan di Indonesia, ketimpangan akses kesehatan bukan sekadar angka statistik, melainkan realitas pahit yang dirasakan langsung oleh masyarakat. 60% tenaga medis terkonsentrasi di kota-kota besar, sementara 70% penduduk tinggal di daerah pedesaan (BPS, 2023). Akibatnya, layanan kesehatan di daerah terpencil nyaris tidak ada.

Papua, wilayah dengan angka kematian ibu dan anak tertinggi, hanya memiliki 1 dokter untuk 10.000 penduduk (Kementerian Kesehatan, 2023). Fasilitas kesehatan yang minim dan jarak tempuh yang jauh membuat banyak nyawa melayang sia-sia.

BPJS Kesehatan, yang seharusnya menjadi solusi, justru kerap menjadi sumber masalah. Laporan Ombudsman RI (2022) mengungkap bahwa pasien BPJS sering mendapat pelayanan lebih lambat dibanding pasien umum. Di beberapa rumah sakit, pasien BPJS bahkan diprioritaskan terakhir, seolah-olah mereka adalah warga kelas dua.

Daerah terpencil di Kalimantan dan NTT masih kesulitan mengakses layanan kesehatan dasar. Pasien harus menempuh perjalanan berjam-jam hanya untuk mendapatkan perawatan sederhana (BPS, 2023).

Akar Masalah: Ketidakadilan yang Terstruktur, Ketimpangan akses kesehatan bukanlah masalah kebetulan, melainkan hasil dari ketidakadilan yang terstruktur. Beberapa faktor utama yang memperparah kondisi ini antara lain:
Distribusi Tenaga Kesehatan yang Tidak Merata: Dokter dan tenaga medis lebih memilih bekerja di kota-kota besar karena fasilitas dan insentif yang lebih baik.

Fasilitas Kesehatan yang Tidak Memadai: Rumah sakit dan puskesmas di daerah terpencil sering kekurangan alat medis dan obat-obatan.

Anggaran yang Tidak Proporsional: Banyak daerah terpencil tidak memiliki anggaran memadai untuk membangun infrastruktur kesehatan.

Ketimpangan Sosial-Ekonomi: Masyarakat miskin sering kesulitan membayar biaya kesehatan, meskipun sudah ada skema JKN.

Solusi: Menuju Sistem Kesehatan yang Adil Mewujudkan keadilan dalam akses kesehatan membutuhkan langkah konkret dan komitmen politik yang kuat. Berikut beberapa solusi yang bisa diimplementasikan: Pemerataan Tenaga Kesehatan: Pemerintah harus memberikan insentif lebih besar bagi tenaga kesehatan yang bersedia bekerja di daerah terpencil.

Peningkatan Anggaran Kesehatan: Alokasi anggaran kesehatan harus diprioritaskan untuk daerah-daerah yang paling membutuhkan.
Reformasi BPJS Kesehatan: Layanan BPJS harus setara dengan pasien umum, tanpa diskriminasi.
Optimalisasi Telemedicine: Teknologi kesehatan digital harus dimanfaatkan untuk menjangkau daerah-daerah terpencil.
Edukasi Kesehatan yang Merata: Masyarakat perlu diedukasi tentang pentingnya perawatan kesehatan sejak dini.

Kesimpulan: Kesehatan adalah Hak, Bukan Hak Istimewa
Ketimpangan akses layanan kesehatan adalah cermin kegagalan sistemik yang harus segera diatasi. Kesehatan bukanlah komoditas yang hanya bisa dinikmati oleh mereka yang mampu, melainkan hak dasar setiap individu. Tanpa sistem kesehatan yang adil dan inklusif, kita hanya akan terus menyaksikan ketidakadilan yang merenggut nyawa-nyawa tak bersalah. Sudah saatnya pemerintah, tenaga kesehatan, dan masyarakat bersatu untuk memastikan bahwa kesehatan adalah hak semua orang, bukan hak istimewa segelintir orang.

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini